Rabu, 21 Desember 2011

Tak Jadi Insomnia



“Rika…Rika,,,” bapak berteriak mencariku disetiap sudut ruangan rumah
“iya Pak…ade apeee” aku membalas teriakan itu tanpa beranjak dari tempatku cuci piring
“Rika di mana?” bapak yang kurang mendengar dengan jelas suara ku tetap-mencariku, membuka setiap pintu-pintu kamar seluruh sisi dirumah
“Rika di dapur Pak” aku yang asik mencuci piring bersama Irma sahabatku tetap saja tidak beranjak. Bapak yang sudah mengetahui tepat persisku langsung menuju dapur.
“Ka, telfon lah Irma nak, suruh dia ngawankan rika di rumah” aku yang hanya mendengar suara,  serta melihat kaca mata bapak yang berdiri di ruang tengah yang gelap, tertawa kecil
“untuk apa lagi di telfon Pak, Irma nya udah ada disini nah, bantu Rika cuci piring”
“ouh, Irma keh tu? Tak liat Pak Ude Ma!” bapak ku langsung menegur Irma
“Bapak mau pergi ke rumah Pak Nga jam berape?”
“mau pergi dah ni, Irma kawan kan Rika ye?” bapak menitip ku ke Irma, sedikit tak terima sih, emang nya aku anak amur lima tahun yang harus dititip-titp,  taapi yah udah lah,
“Iye Pak Ude! Irma menjawab dengan singkatnya.
Kalian mungkin bingung mengapa Irma bisa berada dirumah ku hari ini, dengan mencuci piring pula. hmmm,, ini mungkin sedikit aneh bagi kalian, tapi tidak dengan ku, Irma memang sudah sering seperti ini bersama ku, hampir setiap orang rumah mau jalan ke rumah keluarga-keluargaku pada malam hari Irma selalu menemaniku.
Jaga rumah? BĂȘte sih rasanya, tapi inilah takdirku. Setiap orang rumah bepergian akulah yang mendapat jatah giliran untuk jaga rumah, tak peduli siang ataupun malam. Tetap saja aku disuruh jaga rumah. Tidak ada rasa bimbang orang rumah setiap kali menyuruh ku jaga rumah.  Bukan karena mereka tak sayang kepada ku, tapi karena mereka menganggapku cukup besar untuk diamanahkan jaga  rumah. Bahkan abang ku pernah bilang kalau aku adalah anak yang pemberani, itu terlihat dari alis mata ku yang nyambung. Hmmm, aku tidak percaya itu, aku rasa itu Cuma alasan abang ku saja supaya aku mau jaga rumah. Percaya gak percaya sih, tapi inilah aku, anak bungsu yang selaaalu disuruh jaga rumah.
“Ka,…”
“Iya Pak,,,”
“nalaiko indomie, manasu ko, melupuk Irma ro!” bapak memberiku peritah singkat. Tanpa memberi renspon atas perintah bapakku aku langsung menoleh ke Irma yang duduk disebelah kiri ku
“Melupuk ko Ma?” aku dengan nada mengejek melontar kan sebuah pertanyaan ke Irma. Irma pun dengan nada jutek nya menjawaba pertanyaan ku
“Tadak” ia berheti berbicara sejenak, dan melanjutkan dengan omelan yang sedikit panjang bagiku  “ ko kire aku tak ngerti keh apa bahasa bugis ha? Gini-gini aku dah kenal ko dari umur 3 tahun, masa Cuma kata itu pun aku tak tau artinya?”
Dengan nada tak percaya aku berkata “ emang nya ko tau artinya?”
“tau lah, tadi ko bilang ‘kau lapar Ma’?, iye kan”
Aku tersenyum,  “ iye lah ko benar”
“Pak Irma tak lapar tuh, dah lah ye tak usah masak mie?” dengan muka sedikit melas aku berbicara ke pada bapak ku
“terserah lah, O iye,,Rika kunci semua pintu ya nak, matika kan lampu dapur, tutup semua jendela,,,,dan bla,,bla,,,bla,,” ayah ku mulai memberikan aku setuta pesan, sebenarnya tidak sampai sejutah sih, mungkin cuma puluhan, atau bahkan tak sampai sepulu. aku saja yang tak kuasa mendengar semua pesan-pesan itu. Karena aku menganggap aku sudah cukup besar untuk tau apa yang harus ku lakukan. Jadi setiap bapak ku mulai memberikan celotehannya aku cuma menjawab dengan kata kembar
“iye..iye,,iye,,iye pak…”  tanpa menyimak apapun yang bapak ku katakana,  niat nya sih baik agar bapak tak tersinggung karna aku cuekin, tapi sebenarnya ada niat lain dibalik itu, aku berkata “iye” sebanyak mungkin agar tidak terlalu panjang lebar pesan itu disampaikan kepadaku. Karena aku tau setelah bapak selesai memberikan aku pesan-pesan apa-apa saja yang harus ku lakukan, Irma pasti akan mentertawakan ku. dan dugaan ku itu tak pernah meleset. Irma tertawa lepas ketika bapak ku telah beranjak dari tempat beridirinya, dia mengejek ku sebagai anak papa yang nunggu disuapkan ketika mau makan.
Bulan mulai menunjukan batang hidungnya, aku mengecek satu-persatu pintu rumah ku, dari pintu dapur, pintu samping yang berada di ruang tengah, hingga pintu depan rumah ku. Tak lupa juga jendela dapur dan jendela depan rumah.
Ada satu hal yang mejadi kebimbangan ku, besok ada ulangan Harian Matematika, dan berdasarkan pengalaman ku, setiap kali Irma menemaiku di rumah aku pasti tidak bisa tidur awal, seperti orang insomnia gitu, biasanya Aku dan Irma baru bisa tidur ketika jam telah menunjukan pukul dua atau tiga pagi.
“Waduh,,,gimana ini? Bisa-bisa aku ngantuk waktu ngejakan soal MTK” itu lah yang menjadi pemikiranku saat itu.
Aku membentang tikar tepat didepan TV yang berada disamping tangga ruang tengah rumah ku, memasang kabel penyambung untuk ngecas notebook, serta mengeluarkan buku paket MTK, tujuannya sih siapa tau aku tiba-tiba dapat hidayah untuk belajar.
Jam terus berputar, aku dan teman ku keasyikan menonton OVJ, seperti dugaan ku, buku MTK yang ku buka hanya menjadi hiasan saja. Sesekali aku menuju ruang tamu, memastikan tak ada yang patut dicurigai serta mengintip apakah bang Is tukang bengkel masih buka.
Jam rumah ku berdetak Sembilan kali, menunjukan seperempat malam telah datang. Suara-suara tak jelas mulai berdatangan dari luar rumah ku, untuk kesekian kali nya aku ke ruang tamu mengintip dari jendela untuk memastikan bang Is masih buka.dengan tujuan jika disaat darurat aku bisa meminta tolong.
Irma mulai menunjukan gelagat aneh, kepala dan mata nya tiba-tiba memandang ke lantai dua rumah ku, dan kemudian ia mengelus dada nya, menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan nya pelan-pelan, aku tau sekali bahwa dia sedang menenangkan diri nya sendiri. posisi ku yang duduk berhadapan dengan tangga membuatku penasaran apa yang dilihat oleh Irma tadi sehingga ia sampai mengelus dada seperti itu, tapi aku berusaha bersikap cuek dihadapan Irma.
Dengan tujuan mencairkan suasana aku melontarkan sebuah pertanyaan ke Irma
“ko kenapa ma?” Irma hanya menggelengkan kepalanya dua kali dan mengeluarkan kata berintonasi pelan “tadak apa-apa?” aku berusaha untuk tetap cuek, aku kembali menonton TV, dengan sesekali memandang facebook ku apakah ada pemberitahuaan atau tidak.
Untuk kedua kali nya Irma menunjukan gelagat aneh, dia tiba-tiba menolehkan kepalanya ke kiri, tepat dimana pintu samping ruang tengahku berada, untuk kali ini Irma  mengucapkan “ASTAGHFIRULLAH” hal itu membuat ku semangkin penasaran, seperti nya kali ini lebih tak biasa dari yang pertama tadi. Irma yang tampak semangkin tegang membuaku tak bisa menahan rasa cuekku.
Aku terdiam sejenak, tiba-tiba terdengar suara langkah orang samping ruang tengahku, tepatnya di didekat pintu samping rumah ku, aku memperhatikan celah yang ada di jendela kaca didekat pintu, tapi diluar begitu gelap, membuat ku tak dapat melihat apa-apa diluar sana. Aku memandang lapu ruang tengah tempat ku duduk, bertapa terangnya lampu ini.
Difikiranku tiba-tiba terlintas suatu asumsi “kami berdua tak dapat melihat apa-apa diluar sana, tetapi orang di luar sana bisa saja melihat kita, jika di luar sana adalah pencuri, dan dia nekat karena hanya melihat dua orang wanita didalam rumah, habis lah kami”
Tiba-tiba suara itu terdengar semangkin jelas, seperti orang yang berusaha mengintip kedalam rumah namun tersandung kayu. Aku tau sekali membedakan suara tikus dan kucing, tapi kali ini berbeda,Ini bukan binatang. Suara itu tiba-tiba mengeras, membuat jantungku tiba-tiba berdebar. Darah ku serasa mengalir deras ke ubun-ubun. Tanpa fikir panajang aku langsung berkata kepada temanku
“Irma, masuk kamar yok?” renspon mengagetkan aku dapat dari Irma, ia langsung masuk kamar tanpa membantuku mematikan TV, matikan lampu, serta men-turn of notebook. Aku menjadi semangkin panik. Kumatikan TV ku cabut changer notebook, tanpa mematikan lampu aku langsung lari ke kamar, mengunci pintu kamar serta tak lupa meletakkan baskom berisi pakaian kotor dibelakang pintu.
Entah kenapa lututku tiba-tiba terasa lemas, tangan ku bergetar seperti orang kedinginan. Aku langsung mencabut modem dari notebook ku, dan memasukkan notebook ke lemari tanpa me turn of kannya lebih dahulu.
Hati ku galau, aku bingunng apa yang harus kulakukan sekarang, buku Irma dan bukuku berlamparan diruang tengah, lampu diruang tengah pun tak sempat aku matikan. Ditambah lagi Irma menanyakan aku beberapa hal kepadaku.
dengan nada yang sedikit berbisik iaberkata “Rika, pintu luar udah ko kunci belum” aku kurang jelas mendengar apa yang dikatakan Irma pada saat itu, hanya saja aku mengikuti gerak mulut nya sehingga aku paham apa yang ditanyakannya. Dengan penuh keyakinan aku menjawab “udah” kemudian Irma betanya kembali
“pintu samping sama dapur”
“udah”
“pintu atas?”
Aku terdiam menunduk, aku binngung harus jawab apa, karena magrib tadi aku cuma mengecek pintu di lantai dasar saja. Irma kemudian berkata
“aku tadi mendengar hal-hal aneh diatas, aku juga melihat bayangan seperti orang di sana, aku takut jak ada pencuri atau apa diatas”
Kata-kata Irma membuat ku berfikir  apa yang harus kujawab, jika ku jawab pertanyaan Irma dengan kata tidak tau pasti Irma akan semangkin cemas akhirnya aku memutuskan untuk berkata
“udah” aku menarik nafas kemudian aku menambah jawaban ku “ Ma, soal hal-hal yang lain selain manusia tak usah ko hirau kan!, itu sih ko baca Ayat Kursi udah binasa, yang perlu ko takutkan ini manusia,  (dalam tanda kutip) pencuri nya, kalau tiba-tiba dia masok ko mau buat ape? lemparkan kursi?, mau cari di mana kursinya? Ha!” Irma tertawa kecil, kurasa kali ini aku berhasil membuatnya tidak terlalu tegang.
Di benakku aku hanya ada ayat suci Al-qur’an, ku baca surah-surah yang ku hapal berisi tentang perlindungan kepada Allah atas niat jahat manusia. Sungguh hal itu membuat ku lebih tenang.
Aku mulai merebahkan tubuh ku di atas kasur agar tubuh ku tidak semangkin lemas, Irma pun mengikuti apa yang aku lakukan, aku dan Irma berbaring berlwanan arah saat itu, di mana posisi kepala Irma berada di samping kakiku dan kepalaku berada di samping kaki nya. Aku tak mengerti mengapa aku dan Irma tidur dalam posisi seperti itu, yang pasti Irma bilang, Ia ingin berbaring dengan mata nya menghadap pintu, agar jika ada hal-hal yang aneh ia akan siap memasang kuda-kuda. Aku tau Irma sabuk hijau karate dan juga pernah belajar bela diri polisi, tapi sepertinya memasang kuda-kuda disaat yang genting seperti ini menurutku bukanlah hal yang tepat. Setelah kami berbaring akhirnya aku ketiduran, sepertinya untuk kali ini tradisi tidur jam dua atau jam tiga pagi kurasa tidak berlaku.